Perkembangan Media Modern dan Pengaruhnya Terhadap Media Tradisional di Indonesia
Oleh Suwardi Lubis
- Pendahuluan
Faktor pendorong terbesar yang telah merobah wajah dunia dan mengantarnya ke era modern adalah ilmu pengetauan dan teknologi. Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan teknologi, setidaknya dalam ujudnya yang sekarang, adalah capaian cemerlang dunia Barat Modern, terutama setelah masa renaisans.Renaisans yang bermula di Italia pada paroh kedua Abad ke 14 dan kemudian meluas ke daratan Eropa telah membawa benua ini ke dalam satu transisi penting dari era teologi ke era rasionalisme. Pada gilirannya, rasionalisme inilah yang melandasi pengembangan ilmu pengetahuan modern di benua ini. Posisi sentral ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari dunia Barat dalam peradaban modern membuatnya menjadi posisi penting dalam perkembangan pembaharuan dunia sekarang. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk dalam ukuran kemodernan. Dapat dikatakan bahwa di satu sisi, pembaharuan adalah upaya menghasilkan perubahan yang diakibatkan oleh aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Erat hubungannya antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Barat sepanjang sejarah. Ada kekaguman atau bahkan ketergiuran dengan berbagai sisi peradaban Barat, terutama yang berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapan demokrasi dan pemerintahan.1
Pokok pembahasan dalam makalah ini ialah membahas tentang perkembangan media modern dan pengaruhnya terhadap media tradisional di Indonesia. Penting dikaji, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ialah membawa perubahan bagi seluruh penjurudunia, negara maaju dan negara berkembang dari wilayah pusat sampai ke wilayah tepi (penggiran) dalam satu transisi penting dari era teologi ke era rasionalisme.
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.
2. Pembahasan
A. Sejarah Media
Sejak awal, para komunikasi tidak sependapat dengan model komunikasi yang ditawarkan karena model-model ini tidak memasukkan media sebagai sesuatu yang penting dari tiga dimensi tersebut, akibatnya para ahli komunikasi yang muncul sekitar 1960-an mengkritisi dan memperbaiki model komunikasi dengan mengikutsertakan media.
Pada umunya, para ahli yang dikritik lantaran tidak memasukkan mediadalam analisis model komunikasi berasumsi bahwa proses komunikasi manusia dilakukan secara artifisial melalui saluran penyuaraan pesan (vocalisasi), bahasa isyarat (gusture), terkadang pula melalui tulisan, dan lukisan.
Sekurang-kurangnya ada empat catatan historis tentang perkembangan media, yakni:
Pertama, era masyarakat tribal (the tribal age). Di era ini, komunikasi dimediasi melalui komunikasi lisan (oral communication) karena masyarakat umumnya terikat dengan budaya lisan (oral culture) sehingga yang berperan di sini ialah storytelling yang mengandalkan keterlibatan pemikiran intuitif dan holistis.
Kedua, era masyarakat tulis (the age of literacy). Di era ini, komunikasi manusia dimediasi oleh tulisan yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip bngunan logika, komunikasi visual, dorongan perenungan pribadi, matematika, sains, dan filsafat.
Ketiga, era percetakan (the print age). Di era ini, komunikasi antarmanusia menekankan pada cetakan visual yang berpusat pada “Galaksi Guttenberg” di sini peranan mata sangat dominan, cara berpikir linear, status sains semakin diperhitungkan, serta munculnya sikap individual. Karakteristik era ini berkaitan dengan melakukan konversi tulisan perorangan ke teknik cetakan, standarisasi bahasa nasional sebagai syarat membangun nasionalisme, serta mempertahankan prototipe revolusi industri.
Keempat, era elektronika (the electronic age), yang menekankan pada image visual. Era ini diawali dengan terbentuknya kesadaran dan pengalaman hidup dengan prinsip global village. Pada era ini, televisi merupakan media yang sangat dominan karena melibatkan semua sensori manusia (persepsi, sikap, strereotip, pikiran, perasaan, emosi, tindakan) yang mendorong warga masyarakat ke retribalization, serta memudarnya logika dan cara berpikir linear. Ada empat karakteristik era ini:
- Bertumbuhnya global village.
- Kehadiran cool medium seperti televisi yang secara spontan menawarkan hakikat lingkungan, serta retribalisasi kemanusiaan (perhatikan film-film horor, mitos).
- Pengaruh media makin kuat sehingga para penonton menjadi pasif.
- Cara berpikir dari linear ke lokal..
Setelah revolusi telekomunikasi bertumbuh pesat yang mendorong dan mengubah peran teknologi media, maka studi komunikasi manusia juga mengalami revolusi yang sangat cepat, dan peranan media dianggap penting untuk dimasukkan dalam model proses komunikasi manusia. Peranan media, dengan dukungan teknologi komunikasi, ternyata sangat membantu, memudahkan, mempercepat, memperluas peluang bagi sumber yang mengirimkan dan mempertukarkan informasi kepada atau dengan audiens atau massa yang sekaligus seolah mengabaikan ruang dan waktu fisik di muka bumi.2
B. Pendekatan Multikultural Terhadap Budaya
Memahami multikulturalisme sebagai bagian dari teologi (Theos= Tuhan, logos=ilmu) memberi kejelasan bahwa menegakkan multikulturalisme tidak saja dilatarbelakangi oleh interes politik, sosial, ekonomi, dan intelektual. Tetapi merupakan pesan Tuhan. Sehingga penegakannya merupakan bagian dari teologi pengabdian kepada tuhan. Istilah multikulturalisme tidaklah memadai jika dipahami hanaya secara harfiah sebagai paham banyak budaya. Untuk memudahkan pemahaman kita ada baiknya dikedepankan bahwa multikulturalisme dapat dikategorikan kepada multukulturalisme dan multukulturalisme normatif.
Adalah kenyataan sosial yang mencerminkan adanya kemajemukan (pluralistis). Adapun multikulturalisme normatif berkaitan dengan dasar-dasar moral, yaitu adanya ikatan moral dari para warga dalam lingkup negara atau bangsa untuk melakukan sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama.3
Budaya adalah pola perilaku, keyakinan, dan hal-ahal yang dihasilkan oleh sesuatu kelompok orang tertentu yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Produk yang dihasilkan berasal dari interaksi di antara kelompok-kelompok manusia dan lingkungannya yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Budaya merupakan ksebuah konsep yang luas, budaya dapat melibatkan banyak komponen dan dapat dianalisis dalam berbagai cara. Seorang pakar di bidang lintas budaya Richard Brislin (1993) mendeskripsikan sejumlah karakteristik budaya, yaitu budaya disusun oleh sejumlah idealisme, nilai dan asumsi mengenai kehidupan yang mengarahkan perilaku manusia yang hidup di budaya tersebut.4
Pengaruh sosial dalam konteks psikologi berarti usaha seseorang untuk mengubah prilaku sikap satu atau lebih orang lain. Kapasitas atau kemampuan individu untuk menjalankan kontrol dan otoritas disebut kekuasaan. Kekuasaan dapat formal atau informal. Kekuasaan formal terutama dijalankan di dalam aktivitas yang didefenisikan oleh aturan resmi, undang-undang, dan aturan kelembagaan. Kekuasaan informal dijalankan oleh individu dalam situasi tanpa regulasi resmi, dalam kebanyakan ialah kultur tradisional.5
C. Komunikasi Sebagai Dasar Proses Budaya
Asumsi dasarnya adalah komunikasi merupakan suatu proses budaya. Artinya, komunikasi yang ditunjukkan pada orang tua atau kelompok lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan. Misalnya, anda berkomunikasi dengan suku aborigin Australia, secara tidak langsung anda sedang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik anda untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan lain.6
Media rakyat
Berrigan, (1979) mendefenisikan media rakyat (media masyarakat), ialah media yang bertumpu pada landasan yang lebih dari kebutuhan semua khalayak, memberi kesepatan kepada warga masyarakat untuk memperoleh informasi, pendidikan, bila mereka mengnginkan kesempatan itu. Fungsi media masyarakat adalah memberikan saluran alternatif sebagai sarana bagi rakyat untuk mengemukakan kebutuhan dan kepentingan mereka, membantu menjembatani kesenjangan antara pusat dengan pinggiran.
- Koran Masuk Desa
Koran Masuk Desa atau Program disingkat KMD. Di Indonesia mulai dilaksanakan pada tahun 1980 berdasarkan SK Menteri Pendidikan pada tanggal 29 januari 1980. Penetapan sebuah KMD dilakukan atas saran gubernur yang berkonsultasi dengan Serikat Pekerja Surat kabar (SPS) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hasilnya kemudian adalah kesepakatan antara proyek pembinaan dari Departemen Pendidikan dengan perusahaan penerbit pers yang bersangkutan. Ini dilakukan mengingat KMD sangat penting untuk mensosialisasikan pesan-pesan pembangunan pada masyarakat.
Pentingnya koran masuk desa tercermin dari tujuannya ialah sebagai berikut:
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai aspek-espek pembangunan dan pembaruan. Sebab, masyarakat pedesaan masih berpegang teguh pada norma, nilai tradisi yang sangat bertolak belakang dengan pembangunan. KMD juga bisa mengubah perilaku dan kepercayaan yang menghambat pembangunan. Tentunya, informasi yang dikemukakan dalam KMD tidak bertolak belakang dengan adat istiadat setempat.
- Meningkatkan keterampilan (skill) terutama yang menyangkut cara hidup dan cara memenuhikebutuhan hidup. KMD bisa menjadi agen pembaruan yang berperan mengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Khususnya mengubah sikap mental yang bisa menghambat pembangunan dan pembaruan.
- Memotivasi masyarakat untuk menimbulkan keinginan mengubah nasibnya. KMD bisa menciptakan serta mendorong masyarakat pedesaan agar mampu dan terampil sehingga menciptakan suasana yang dapat mendorong prakarsa kreativitas dan inovasi dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
- Meratakan informasi dalam rangka peningkatan arus komunikasi ke pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan KMD dalam hubungan yang saling menguntungkan.
Untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di atas, maka diusahakan agar ada pengintegrasian lembaga-lembaga atau potensi yang mempunyai hubungan dengan pelaksana KMD, terutama pada pihak instansi setempat atau yang berpengaruh langsung dengan KMD seperti pemuka adat, alim ulama, kiai, dan tetua kampung (opinion leader).
- Media dan Seni Tradisional
Namanya saja media tradisional, sehingga tidak sama dengan media massa. Kalau media massa adalah media dengan menggunakan alat teknologi modern, sedangkan media tradisional adalah alat komunikasi yang sudah lama digunakan di suatu tempat (desa) sebelum kebudayaan tersentuh oleh teknologi modern dan sampai sekarang masih digunakan di daerah itu. Adapun isinya masi berisi tulisan, gerak isyarat atau alat pengingat dan alat bunyi-bunyian.
Seni tradisonal di masyarakat pedesaan telah menjadi suatu pola dalam proses komunikasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Seni tradisional telah membantu perkembangan masyarakat baik menyangkut kepercayaan, perkembangan sosial dan budaya atau secara ekonomis.bahkan, lewat tradisional itulah jati diri suatu kelompok masyarakat bisa terlihat.
Membicarakan media tradisional idak bisa dipisahkan dari seni tradisional, yakni suatu bentuk kesenian yang digali dari cerita-cerita rakyat dengan media tradisional. Media komunikasi tradisional sering disebut sebagai bentuk foklor. Bentuk-bentuk foklor tersebut antara lain ialah:
- Cerita prosa rakyat (legenda, mite, dongeng).
- Ungkapan rakyat (peribahasa, pemeo, pepatah)
- Puisi rakyat.
- Nyanyian rakyat.
- Teater rakyat.
- Gerak isyarat (memicingkan mata tanda cinta).
- Alat pengingat (mengirim sirih berarti meminang).
- Alat bunyi-bunyian (kantong, gong, bedug dan lain-lain).
Ditinjau dari aktualitasnya, ada seni tradisional seperti wayang purwa, wayang golek, ludruk, ketoprak. Seni ini memakai peralatan atau media tradisional. Seni tradisional tersebut juga sampai sekarang masih ada dan akan terus dipelihara. Hanya saat ini sudah mengalami transformasi dengan media massa modern. Dengan kata lain, ia tidak lagi dimunculkan secara apa adanya, melainkan sudah masuk ke media televisi (transformasi).
William R. Bascom mengemukakan fungsi-fungsi pokok foklor sebagai media tradisional adalah sebagai berikut:
- Sebagai sistem proyeksi.
- Sebagai pengesahan atau penguat adat.
- Sebagai alat pendidikan.
- Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.7
D. Perkembangan Media Komunikasi
Teknologi pada dasarnya memiliki konstribusi dalam menciptakan keberagaman media. Inilah salah satu ciri dalam lingkungan media baru menurut McNamus, bahwa ada pergeseran dari ketersediaan media yang dahulu langka dengan akses yang juga terbatas menuju media yang melimpah. Dari sisi industri, biaya produksi media dan tentu saja alat produksi yang semakin murah serta canggih menyebabkan kemunculan media secara massal. Media cetak, sebagai misal, sudah bukan lagi barang langka dan bisa dijumpai di setiap sudut kota di Indonesia. Atau, media komunikasi seperti telepon genggam (handphone) seolah-olah menjadi kebutuhan mendasar bagi semua orang untuk melakukan koneksi komunikasi jarak jauh. Bandingkan dengan surat pos atau telegram yang memerlukan waktu jauh lebih lama dibandingkan telepon genggam. Tidak hanya itu, teknologi juga memungkinkan industri media untuk memproduksi media yang lebih beragam, setidaknya kondisi ini bisa dilihat dari konvergensi media yang tidak hanya berada dalam bentuk cetak semata, tetapi juga khalayak bisa menemukan media yang sama dalam bentukelektronik. Artinya, media saat ini tidak hanya banyak dari sisi jumlah, tetapi juga khalayak diberikan pilihan untuk mengonsumsi melalui jenis medianya mulai dari cetak, radio, visual, audio-visual, hingga online.8
- Media
Kehadiran media siber dan gerakan citizen journalism (jurnalisme warga) secara langsung maupun tidak membawa dampak pada media yang selama ini dianggap sebagai penguasa atas produksi dan distribusi informasi sehingga menipisnya hegemoni dan berkembangnya demokratisasi media.. Sebab internet memberikan kemudahan akses warga dalam membuat akun di milis, situs jejaring sosial, web-blog, hingga membuat situs sendiri pada kenyataannya menambah sumber untuk memproduksi dan mendistribusi media.
- Berubahnya Organisasi dan Kultur Media
Shoemaker dan Reese (1996) menegaskan, terdapat dua faktor yang mempengaruhi media, yakni faktor internal yang antara lain karakteristik individu pekerja media dan rutinitas yang berlangsung dalam organisasi media (media routine) dan faktor eksternal media, yakni variabel ekstramedia dan ideologi yang memengaruhi isi media. Variabel di tingkat ekstramedia mempersoalkan berbagai sistem kepercayaan, nilai, dan makna yang digunakan oleh media massa untuk menentukan isi yang ditampilkan.
- Penjualan dan Periklanan
Iklan dan penjualan (produk) media, baik itu edisi terbitan maupun program, merupakan sumber pendanaan yang diperoleh media. Semangkin banyak penonton yang menyaksikan, membaca, atau mendengar suatu program, maka akan semakin populer program cum media itu di tengah warga.
Dengan demikian, kehadiran media siber dan munculnya media jurnalisme warga tidak hanya menambah keragaman media dalam memublikasikan dan medium distribuser konten, tetapi juga telah menjelma menjadi salah satu pesaing di distribusi media dalam penjualan serta pengiklanan.9
- Media Siber sebagai Media Komunikasi
Hal yang menjadi pertanyaan yaitu mengapa internet itu ditempatkan penulis sebagai media komunikasi yang penting. Ini tidak terlepas dari karakteristik itu sendiri yang berbeda dibandingkan media komunikasi tradisional seperti surat-menyurat, surat kabar, radio, dan televisi. Salah satu karakteristik itu yaitu sifat jejaring (network). Jejaring ini tidak hanya diartikan sebagai infrastruktur yang menghubungkan antarkomputer dan perangkat keras lainnya, namun juga menghubungkan antar-individu.
Hubungan ini tidak hanya bertipe koneksi dengan dua individu, tetapi juga bisa melibatkan jumlah individu yang bahkan tidak dibatasi. Pada dasarnya karakteristik jejaring ini memiliki beragam tipe jaringan yang dibuatnya, yakni local Area Network (LAN atau Ethernet) dan a Wide Area Network (WAN). LAN menandakan bahwa jaringan yang terjadi berada dalam area yang terbatas, menghubungkan antarkomputer yang berada di satu gedung perkantoran atau satu lokasi yang memiliki beberapa gedung perkantoran. Sementara WAN menandakan bahwa jaringan yang terjadi mengoneksikan area yang lebih luas, antartempat, antarnegara, hingga ke dunia secara global. Untuk menandai atau mengidentifikasi perangkatyang terhubung, maka masing-masing perangkat memiliki identitas tunggal tersendiri yang disebut dengan protocol.
Joost van Loon (2006) menyatakan, bahwa kata jejaring tidak lagi mewakili terminologi dalam teknologi informasi semata, tetapi juga telah melebar pada terminologi di bidang antropologi, sosiologi, budaya, dan ilmu sosial lainnya yang terkadang terminologinya semakin berkembang karena adanya proses mobilitas dari masyarakat, komoditas, kapital, tanda-tanda hingga informasi yang berkembang di dunia global. Oleh karena itu, jejaring tidak hanya melibatkan perangkat seperti komputer tetapi juga melibatkan individu atau actor networking.10
- Kesimpulan
Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Mediamemberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa.
Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya.
Daftar Pustaka
Asari,Hasan,Modernisasi Islam, Bandung: Citapustaka Media, 2002.
Liliweri, Alo,Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, Jakarta: Kencana, 2011.
Santrock, John, W. Remaja Jilid II, Edisi Ksebelas, Judul Asli: Adolescense, Eleventh Edition, John W. Santrock, Alih Bahasa Oleh: Benedictine Widyasinta,Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007.
Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan, Jakarta: Prenada, 2011.
Shiraev, Eric B. & Levy, A.David Psikologi Lintas Kultural, Pemikiran Kritis dan Terapan Modern Edisi Keempat, Jakarta: 2012.
Nasrullah, Rulli,Teori dan Riset Media Siber (Cyibermedia) Edisi Pertama, Jakarta: Kencana prenamedia Grouf, 2014.
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
3 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan, (Jakarta: Prenada, 2011), h. 151.
4 John W. Santrock, Remaja Jilid II, Edisi Ksebelas,Judul Asli: Adolescense, Eleventh Edition, John W. Santrock, Alih Bahasa Oleh: Benedictine Widyasinta,(Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007), h. 189.
5 Eric B. Shiraev & David A. Levy, Psikologi Lintas Kultural, Pemikiran Kritis dan Terapan Modern Edisi Keempat, (Jakarta: 2012), h. 413.
7 Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 102-117.
8 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cyibermedia) Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana prenamedia Grouf, 2014), h. 1.